Bali, IndoNews8| Di era digital, data pribadi adalah “mata uang” baru. Nama lengkap, nomor telepon, alamat rumah, bahkan foto KTP — semua ini memiliki nilai tinggi di pasar gelap internet.
Sayangnya, sebagian masyarakat masih menganggap enteng ketika diminta membagikan data tersebut, baik untuk mendaftar aplikasi, mengikuti undian, atau sekadar mengisi survei online.
Tahun 2022, publik dikejutkan oleh dugaan kebocoran data pendaftaran SIM yang mencapai 1,3 miliar data warga Indonesia.
Data itu diduga dijual di forum gelap internasional dengan harga ratusan juta rupiah.
Bahkan sebagian data memuat nama, alamat, nomor telepon, hingga NIK yang bisa langsung digunakan untuk penipuan.
Tak berhenti di situ, beberapa tahun terakhir juga terjadi kasus penipuan pinjaman online (pinjol) yang menjerat korban bahkan tidak pernah mengajukan pinjaman.
Modusnya sederhana: data KTP dan nomor telepon korban bocor, lalu digunakan untuk mendaftarkan pinjaman fiktif.
Menurut UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi , setiap penggunaan data tanpa izin pemiliknya dapat dipidana hingga denda miliaran rupiah. Namun, hukum ini hanya efektif jika masyarakat juga waspada.
Risikonya meliputi pencurian identitas, penipuan, pemerasan digital, hingga ancaman fisik.
Pakar keamanan siber masyarakat, Adv. Totok Waluyo, S.H. mengingatkan untuk membatasi informasi di media sosial, menggunakan verifikasi dua faktor, dan melapor jika terjadi kebocoran data.
“Sekali data pribadi bocor, tidak ada cara untuk menariknya kembali,” tegasnya.
“Jangan tunggu jadi korban baru belajar melindunginya.”
Ingat: sekali data bocor ke internet, Anda tidak bisa benar-benar menghapusnya. Oleh karena itu, pertahanan terbaik adalah berpikir dua kali sebelum membagikan informasi pribadi, sekecil apa pun itu.***